Sunday, March 31, 2013

Semut dan Roda Pedati


Suatu ketika, sekelompok semut sedang berjalan menuju roda pedati yang ada di depan. Seekor semut berseru, "Hai teman-teman, bagaimana kalau kita menaiki roda pedati itu?" Lalu semut yang lainnya berkata, "Jangan! Nanti kita akan terbawa dan jika kita naiki, kita akan celaka." Lalu semut yang pertama tetap saja menaiki roda pedati itu.

Setelah semut itu menaiki roda pedatinya, tiba-tiba roda pedati itu berjalan. Entah kemana pedatinya akan membawa semut itu. Pada saat semut itu beranjak ke atas, semut itu berseru kepada kelompok semut yang lainnya, "Hahaha... Kalian payah... Aku sudah berada di roda pedati. Dan aku akan berada di atas nantinya." Dengan kesombongan dirinya, semut itu selalu mengejek teman-temannya yang ada di bawahnya. 
... 
Semakin lama roda itu berputar ke atas. Setelah semut itu berada di atas, tiba-tiba rodanya berhenti. Semut itu semakin merasa bahwa dia itu menjadi pemimpin dari semut lain. Dan semakin sombong semut itu. Dan berkata, "Aku sekarang sudah ada diatas. Aku menjadi orang yang hebat. Kalian semua payah." 

Karena terlena dengan keberadaannya di atas roda pedati yang paling tinggi. Semut itu tidak berhati-hati. Lalu, tiba-tiba roda pedati itu mulai bergerak lagi. Semut itu tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya. Dan semut itu langsung terjatuh ke bawah. Lalu terlindas oleh roda pedati itu. 

Begitu pula dengan kehidupan kita. Hidup kita seperti semut-semut itu. Banyak dari kita yang dari awal merangkak naik menjadi seorang yang sukses. Tapi tiba-tiba karena terlena dengan kesuksesannya, kita menjadi seorang yang tidak tanggap terhadap hambatan yang kita hadapi. Seperti semut yang jatuh dari roda pedati. Seperti itulah hidup kita apabila terlalu sombong, angkuh. Apabila tidak berhati-hati. "bahaya" lah yang akan kita hadapi...

Cerita Lucu Petugas PU dan Petani

Izinkan saya menyampaikan sebuah cerita yg pernah saya baca, tentang seorang petugas PU dan kartunya.
Seorang petugas Departemen PU yang congkak berhenti di sebuah pertanian dan berbicara dengan seorang petani tua. Dia berkata kepada petani itu,” Saya ingin memeriksa pertanian Bapak untuk melihat kemungkinan dijadikan jalan baru.” 

Pak  Petani  “Silahkan, tapi   jangan   masuk  ke ladang itu.” Si petugas   berkata,   “saya   diberi wewenang   oleh   pemerintah   untuk   pergi  ke mana pun saya mau. Bapak lihat kartu saya ini ? Saya berhak pergi  ke mana  saja  saya  mau  di tanah pertanian ini.” 

Maka, Pak Petani pun melanjutkan pekerjaannya. Beberapa saat kemudian, Pak Petani mendengar jeritan keras dan melihat petugas PU itu berlari lintang pukang menuju pagar sementara dekat dibelakangnya berlari banteng besar milik Pak Petani. 

Banteng itu lebih mengerikan daripada sarang lebah dan dengan setiap derap larinya semakin mendekati si petugas PU. 



Sambil tersenyum, Pak Petani berteriak kepada si petugas PU, “Tunjukan saja kartumu”. 

Seraaaaaam. 

Tunjukan saja kartunya? Lucu sekali, bukan? 

Kita bertanya pada diri kita sendiri : 

Sudah berapa kali dalam hidup kita, kita menjadi petugas PU itu? 

Berapa kali sudah kita memamerkan kartu kita, mengabaikan para petani yg mencoba memperingati kita, karena berpikir bahwa kita lebih tahu daripada mereka? 

Berapa kali sudah kita dengan angkuhnya melangkah memasuki pertanian dan menolak nasehat yg diberikan para petani di sana? 

Berapa banyak banteng yg pernah mengejar kita keluar dari pertanian karena kita menolak mendengarkan nasehat para petani? 

Bagaimana dengan kita? 

Pernah menjadi petugas PU? 

Atau mungkin kita adalah pak petani yg mencoba memberi tahu petugas PU tetapi tidak dipedulikannya? 

“Demi masa. Sungguh,manusia dalam kerugian, kecuali mereka beriman dan saling melakukan amal kebaikan, saling menasehati supaya mengamalkan kesabaran.” [al-Ashr 103:1-3].

Iklan Jadul Mie Instan 2

Iklan Jadul kali ini adalah iklan Mie Instan. Iklan ini diperankan oleh Ira Maya Sopha.


Iklan Truk Jadul

Iklan Truk Jaman Dulu. Tonton videonya Gan.


Iklan Mie Instan Jaman Dulu

Masih ingat dengan Almarhum S Bagio. Berikut ini salah satu iklan Mie Instan yang diperankan oleh Almarhum. Bagi yang ingin bernostalgia tonton videonya berikut ini.



Iklan Jam Tangan Jadul

Iklan salah satu merk Jam tangan kenamaan ini diambil menggunakan latarbelakang Lapangan Terbang Halim Perdana Kusuma Jakarta International Airport. Tonton Videonya Gan.




Iklan Salah Satu Merk Penyedap Rasa Masakan

Iklan Penyedap Rasa masakan ini dibintangi oleh Elvi Sukaesih. Jadul banget gan, jaman-jamannya kita masih SD dulu.




Iklan Jadul Salah Satu Televisi

Iklan jaman dulu salah satu merk TV. Kira-kira ini iklan dibuat pada tahun berapa ya..?



Iklan Minuman Penyegar Thn 90-an

Salah satu iklan minuman penyegar panas dalam ini dibintangi oleh Desi RatnaSari. Pertama kali tayang sekitar tahun 90-an. Simak iklannya dibawah ini.



Iklan Lucu Tentang Persahabatan

Iklan berikut ini menceritakan seorang siswa sma yang ingin mendapatkan teman dengan cara memberi sejumlah uang.




Film Pendek Islam - Dibalik Lift

Dikisahkan dua orang yang sedang berada didalam lift. Yang satu muslimah sedangkan yang satu non muslim. Tiba-tiba lift yang mereka naiki macet. Ingin mengetahui kisah selanjutnya tonton video dibawah ini.




Acara Berita Jadul Di TVRI

Acara Dunia Dalam Berita Jaman Dulu yang disiarkan di TVRI. Jadi inget waktu masa-masa kecil saya dulu. Jadul banget gan???




Iklan Lucu Mengenai Helm

Di Iklan ini, si pengendara motor menawarkan tumpangan pada seorang cewek. Si cewek mau dibonceng tapi masalahnya ia tak punya helm. Bagaimana kelanjutan ceritanya, tonton saja video berikut ini..


Iklan Lucu Salah Pake Shampo

Iklan Lucu seorang karyawan kantor memiliki rambut panjang yang indah akibat salah pake shampo cewek. Simak videonya gan..!!




Wednesday, March 27, 2013

Kisah Bejana dari Kayu

Seorang lelaki yang beranak istri bercerita bahwa ia mempunyai ayah yang sudah tua. Dan ia biasanya menghidangkan makanan untuknya dan untuk anak-anaknya dari bejana mewah yang terbuat dari porselin dan alumunium atau bahan lainnya. Akan tetapi untuk ayahnya ia menghidangkannya pada bejana yang terbuat dari kayu. Ia meletakkan makanan pada bejana kayu tersebut. Begitulah yang berjalan selama beberapa waktu.
Pada suatu hari salah seorang anaknya bertanya, “Ayah, mengapa ayah meletakkan makanan untuk kakek pada bejana dari kayu itu? Sementara ayah meletakkan makanan untuk kami pada bejana yang mewah?”

Si ayah tidak mengerti maksud pertanyaan anaknya ini. Ia mengira itu hanyalah pertanyaan sambil lalu begitu saja dan jawabannya sangat mudah dan gampang. Ia berkata pada anaknya, “Hai anakku, sesungguhnya kakek sudah tua dan berusia lanjut, jika ayah memberinya makan pada bejana mewah yang didatangkan dari cina atau bejana kaca, nanti kakek akan membuatnya pecah. Karena matanya sudah lemah dan tangannya juga sudah lemah. Mungkin dia menyenggol bejana dengan tangannya tanpa terlihat olehnya sehingga terjatuh di lantai dan pecah sementara kakek tidak mengetahuinya.”

Tiba-tiba si ayah dikejutkan dengan celotehan anaknya yang masih kecil dan membuatnya sadar. Si anak berkata kepadanya, “Jadi ayah, aku akan menjaga bejana kayu ini agar nanti aku dapat menghidangkan makanan dengan bejana ini untuk ayah apabila usia ayah sudah sama dengan kakek.”
Kalimat ini menghantam si ayah bagaikan sambaran petir. Sadarlah ia, bagaimana ia berbuat, begitulah ia akan diperlakukan. Sebagaimana ia memperlakukan ayahnya, seperti itu pulalah anak-anak akan memperlakukan dirinya. Ia mengerti bahwa apa yang ia lakukan terhadap ayahnya, begitu pulalah nanti ia akan diperlakukan. Iapun segera bangkit dan memecahkan bejana kayu tadi di hadapan anaknya. Dan sesudah itu ia menghidangkan makanan-makanan yang enak kepada ayahnya dengan bejana mewah yang terbuat dari porselin, bejana dari cina atau dari kaca. Dengan harapan begitu pulalah anak-anaknya memperlakukannya kelak…..,

Bagaimana dengan kita…????

Nak, Semoga Suatu Suatu Hari Nanti Gambar Kedua Orang Tuamu Tidak Hitam Lagi!

Saudara-saudariku yang baik, Setiap kita punya aktifitas yang bermacam-macam. Pengusaha. Kantoran. Karyawan dan lain sebagainya. Pergi pagi pulang petang menjadi rutinitas keseharian kita. Bahkan tidak sedikit yang harus meninggalkan rumah ketika anak-anak masih tidur dan pulangpun sudah demikian larut untuk bisa bertemu apalagi bercengkrama dengan mereka. Alhasil anak-anak kita tidak begitu familiar dengan wajah orang tuanya.


Ada sebuah cerita. Tersebutlah sebuah keluarga yang kedua orang tuanya termasuk orang tua karir. Ayahnya seorang pejabat di sebuah perusahaan terkenal. Sementara karir ibunya pun tidak kalah moncer. Ia menjadi pengusaha yang sangat sukses. Berbagai macam penghargaan telah ia dapatkan. Begitu padatnya aktifitas mereka berdua. Setiap hari keduanya pergi ketika matahari belum muncul dan pulang pun matahari sudah jauh tenggelam di ufuk Barat. Tidak pernah melihat matahari dirumah, begitulah kira-kira.
Mereka mempunyai seorang anak yang duduk di kelas 5 SD. Suatu hari di kelas menggambar, gurunya meminta anak-anak menggambar anggota keluarga mereka. Anak-anak dengan bersemangat mulai menggambar anggota keluarga mereka tak terkecuali anak sang pengusaha tersebut. Setelah satu jam, Guru memeriksa satu per satu tugas menggambar tersebut. Sang guru cukup senang dengan hasil karya anak-anak. Tetapi ketika sampai pada meja anak sang pengusaha, ia kaget melihat gambar anak tersebut.

“Ini gambar siapa sayang?” tanyanya sambil menunjuk gambar seorang anak kecil.

“Itu aku,” jawab anak itu datar.

“Terus, ini siapa?” Sang guru menunjuk dua gambar orang yang berdiri agak jauh dari gambar anak kecil tadi.

“Ini gambar Papa sama Mama.” Jawabnya sambil menunjuk gambar tersebut.
Sejenak sang Guru terdiam dan mengerenyitkan dahinya, ”Kok warna gambar Mama sama Papa kamu hitam semua. Gak kelihatan matanya, hidungnya mulutnya. Terus badannya juga kok semuanya hitam. “ Guru tersebut bergantian mengamati gambar orang dan anak tersebut,” Kan bagus kalau diwarnai kayak gambar anak ini.”

Anak itu terdiam beberapa saat. Ia menatap gurunya. Butiran bening bergelayut dikedua matanya. “Saya tidak pernah melihat Mama dan Papa. Mereka sudah pergi waktu aku masih tidur dan pulang pun ketika aku sudah tidur. Makanya gambar Mama sama Papa aku warnai hitam soalnya gak pernah kelihatan. Papa sama Mama sekarang sudah jauh.”
Sang Guru tak kuasa menahan rasa iba. Matanya berkaca-kaca. Dipeluknya anak tersebut seraya berbisik lembut,”Nak, Ibu Guru berdoa semoga suatu suatu hari nanti gambar kedua orang tuamu tidak hitam lagi.

DUA TUKANG SOL

Mang Udin, begitulah dia dipanggil, seorang penjual jasa perbaikan sepatu yang sering disebut tukang sol. Pagi buta sudah melangkahkan kakinya meninggalkan anak dan istrinya yang berharap, nanti sore hari mang Udin membawa uang untuk membeli nasi dan sedikit lauk pauk. Mang Udin terus menyusuri jalan sambil berteriak menawarkan jasanya. Sampai tengah hari, baru satu orang yang menggunakan jasanya. Itu pun hanya perbaikan kecil.

Perut mulai keroncongan. Hanya air teh bekal dari rumah yang mengganjal perutnya. Mau beli makan, uangnya tidak cukup. Hanya berharap dapat order besar sehingga bisa membawa uang ke rumah. Perutnya sendiri tidak dia hiraukan.

Di tengah keputusasaan, dia berjumpa dengan seorang tukan sol lainnya. Wajahnya cukup berseri. “Pasti, si Abang ini sudah dapat uang banyak nich.” pikir mang Udin. Mereka berpapasan dan saling menyapa. Akhirnya berhenti untuk bercakap-cakap.

“Bagaimana dengan hasil hari ini bang? Sepertinya laris nich?” kata mang Udin memulai percakapan.

“Alhamdulillah. Ada beberapa orang memperbaiki sepatu.” kata tukang sol yang kemudian diketahui namanya Bang Soleh.

“Saya baru satu bang, itu pun cuma benerin jahitan.” kata mang Udin memelas.


“Alhamdulillah, itu harus disyukuri.”


“Mau disyukuri gimana, nggak cukup buat beli beras juga.” kata mang Udin sedikit kesal.

“Justru dengan bersyukur, nikmat kita akan ditambah.” kata bang Soleh sambil tetap tersenyum.

“Emang begitu bang?” tanya mang Udin, yang sebenarnya dia sudah tahu harus banyak bersyukur.


“Insya Allah. Mari kita ke Masjid dulu, sebentar lagi adzan dzuhur.” kata bang Soleh sambil mengangkat pikulannya.


Mang udin sedikit kikuk, karena dia tidak pernah “mampir” ke tempat shalat.

“Ayolah, kita mohon kepada Allah supaya kita diberi rezeki yang barakah.”

Akhirnya, mang Udin mengikuti bang Soleh menuju sebuah masjid terdekat. Bang Soleh begitu hapal tata letak masjid, sepertinya sering ke masjid tersebut.

Setelah shalat, bang Soleh mengajak mang Udin ke warung nasi untuk makan siang. Tentu saja mang Udin bingung, sebab dia tidak punya uang. Bang Soleh mengerti,

“Ayolah, kita makan dulu. Saya yang traktir.”
Akhirnya mang Udin ikut makan di warung Tegal terdekat. Setelah makan, mang Udin berkata, 

“Saya tidak enak nih. Nanti uang untuk dapur abang berkurang dipakai traktir saya.”

“Tenang saja, Allah akan menggantinya. Bahkan lebih besar dan barakah.” kata bang Soleh tetap tersenyum.

“Abang yakin?”


“Insya Allah.” jawab bang soleh meyakinkan.

“Kalau begitu, saya mau shalat lagi, bersyukur, dan mau memberi kepada orang lain.” kata mang Udin penuh harap.


“InsyaAllah. Allah akan menolong kita.” Kata bang Soleh sambil bersalaman dan mengucapkan salam untuk berpisah.


Keesokan harinya, mereka bertemu di tempat yang sama. Bang Soleh mendahului menyapa.

“Apa kabar mang Udin?”

“Alhamdulillah, baik. Oh ya, saya sudah mengikuti saran Abang, tapi mengapa koq penghasilan saya malah turun? Hari ini, satu pun pekerjaan belum saya dapat.” kata mang Udin setengah menyalahkan.


Bang Soleh hanya tersenyum. Kemudian berkata,


“Masih ada hal yang perlu mang Udin lakukan untuk mendapat rezeki barakah.”
“Oh ya, apa itu?” tanya mang Udin penasaran. 


“Tawakal, ikhlas, dan sabar.” kata bang Soleh sambil kemudian mengajak ke Masjid dan mentraktir makan siang lagi.

Keesokan harinya, mereka bertemu lagi, tetapi di tempat yang berbeda. Mang Udin yang berhari-hari ini sepi order berkata setengah menyalahkan lagi,

“Wah, saya makin parah. Kemarin nggak dapat order, sekarang juga belum. Apa saran abang tidak cocok untuk saya?”

“Bukan tidak, cocok. Mungkin keyakinan mang Udin belum kuat atas pertolongan Allah. Coba renungkan, sejauh mana mang Udin yakin bahwa Allah akan menolong kita?” jelas bang Soleh sambil tetap tersenyum. 

Mang Udin cukup tersentak mendengar penjelasan tersebut. Dia mengakui bahwa hatinya sedikit ragu. Dia “hanya” coba-coba menjalankan apa yang dikatakan oleh bang Soleh. 

“Bagaimana supaya yakin bang?” kata mang Udin sedikit pelan hampir terdengar.

Rupanya, bang Soleh sudah menebak, kemana arah pembicaraan.


“Saya mau bertanya, apakah kita janjian untuk bertemu hari ini, disini?” tanya bang Soleh.


“Tidak.”


“Tapi kenyataanya kita bertemu, bahkan 3 hari berturut. Mang Udin dapat rezeki bisa makan bersama saya. Jika bukan Allah yang mengatur, siapa lagi?” lanjut bang Soleh. Mang Udin terlihat berpikir dalam. Bang Soleh melanjutkan, “Mungkin, sudah banyak petunjuk dari Allah, hanya saja kita jarang atau kurang memperhatikan petunjuk tersebut. Kita tidak menyangka Allah akan menolong kita, karena kita sebenarnya tidak berharap. Kita tidak berharap, karena kita tidak yakin.”

Mang Udin manggut-manggut. Sepertinya mulai paham. Kemudian mulai tersenyum.

“Ok dech, saya paham. Selama ini saya akui saya memang ragu. Sekarang saya yakin. Allah sebenarnya sudah membimbing saya, saya sendiri yang tidak melihat dan tidak mensyukurinya. Terima kasih abang.” kata mang Udin, matanya terlihat berkaca-kaca.

“Berterima kasihlah kepada Allah. Sebentar lagi dzuhur, kita ke Masjid yuk. Kita mohon ampun dan bersyukur kepada Allah.”

Mereka pun mengangkat pikulan dan mulai berjalan menuju masjid terdekat sambil diiringi rasa optimist bahwa hidup akan lebih baik.

Bukti Cinta Istri (Kisah yang sangat memotivasi)

Suatu ketika, Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memberitahu para shahabatnya bahwa istri Umar bin Khattab termasuk penduduk jannah karena perilaku baiknya kepada suami.

Mendengar berita tersebut, para shahabat pun terpana. Memang kelebihan amalannya apa dan bagaimana ? 
... 

Karena ingin mendapatkan kebaikan, mereka bertanya kepada istri Umar perihal sikapnya kepada suami, Umar bin Khatab Radhiyallahu ‘Anhu. 

Tahu, apa jawabannya ?

Jawabannya sangat sederhana….,

Bahkan sangat sederhana….,
Terkadang karena kesederhanaan jawaban itulah yang membuat ia begitu istimewa. Ia diberi jannah sebagai ganjarannya. 

Ia pun menjawab pertanyaan para shahabat yang sudah menanti jawaban dengan penuh perhatian, 


“Bila suamiku mencari kayu bakar,

Saat mencari rizki untuk kami, 
Tentu ia merasakan kepenatan. 
Teriknya matahari dan dahaga nyaris membakar rongga tenggorokannya. 
Di rumah, aku menyiapkan air dingin untuknya 
Sehingga…., 
Ketika ia pulang, air tersebut bisa langsung mengobati dahaganya. 
Aku juga telah merapikan perabotanku dan menyiapkan makanan untuknya. 
Setiap hari…., 
Aku menunggunya dengan mengenakan pakaian yang paling indah. 
Ketika ia sudah berada di depan pintu rumah, 
Aku menyambutnya bak seorang pengantin perempuan yang menyambut pasangan yang sangat dirindukannya. 
Aku siap menyerahkan jiwaku kepadanya. 
Jika ia hendak istirahat, aku pun akan membantunya. 
Jika ia menginginkanku, aku pun berada di tulang hastanya, 
Seperti anak kecil yang sedang dihibur ayahnya…..” 

Indahnya…., jannah dunia seolah menjadi milik berdua saja.

Berharganya Sang Waktu

Alkisah, ada seorang wanita yang hidup di sebuah desa terpencil, dia ingin pergi kerja ke kota agar dia bisa mengoprasi wajahnya. Kemudian dia mengutarakan keinginannya untuk kerja di kota kepada kedua orang tuanya, tapi keinginannya tersebut di tolak oleh kedua orang tuanya. Mendengar kata kedua orang tuanya yang menolak keinginannya dia pun menangis, tapi tak berapa lama kemudian ibunya datang menghampiri dia. Dan tiba-tiba ibunya bilang “Kamu boleh pergi ke kota nak.”

Mendengar perkataan ibunya dia pun tersenyum. Dan pagi harinya dia bersiap-siap untuk pergi ke kota. Di tengah perjalanan yang lama dan melelahkan dia istirahat di sebuah rumah, dan dia pun membayangkan “andai ku bisa membangun rumah mewah dan dapat mengoprasi wajahku yang biasa menjadi luar biasa ini.” Tiba-tiba di tengah-tengah lamunannya datang seorang nenek tua menghampirinya, dan bertanya “kenapa nak kamu tersenyum sendiri?” 
...

“Saya sedang membayangkan andaikan saja ku bisa sukses di kota dan dapat mengoprasi wajahku ini” kata dia. Dan nenek itu mengeluarkan jam kecil dari kantongnya, kemudian nenek itu berkata “Kamu tinggal putar jam itu sesuai dengan putaran jarum jam, bila kamu ingin segera meraih cita-citamu.” 

“Baik nek” kata wanita tadi. 

Kemudian tak berapa lama dia memutar jam tersebut sesuai dengan apa yang dikatakan nenek tadi. Dan tiba-tiba dia bisa bekerja di sebuah perusahaan ternama di Jakarta. Tapi dia tak puas dengan lamanya waktu yang di perlukan agar bisa mengoprasi wajahnya.

Kemudian dia kembali memutar jam tersebut, dan wajahnya pun menjadi cantik. Lagi-lagi dia kurang puas dengan wajahnya, dan kembali dia memutar jam kecil pemberian nenek-nenek yang pernah dia temui sekali lagi. Tapi setelah memutar jamnya dia mendapati wajahnya yang semula cantik jelita menjadi tua dan keriput. Dan dia menyesal dengan keadaan dia sekarang. Kemudian dia kembali menemui nenek-nenek yang memberi dia jam di tempat di mana dia bertemu. Tapi dia tak melihat nenek tersebut karena nenek itu telah lama meninggal. Dia pun hanya bisa menyesal dan menangisi nasibnya.

Teman-teman ku apa pesan yang dapat kita ambil dari kejadian wanita tadi? 


Jadilah diri sendiri karena hanya dengan menjadi diri sendiri kita akan menjadi pribadi yang hidup dengan penuh rasa bahagia, damai, dan mulia. 
Raihlah cita-cita dengan penuh pengorbanan, kegigihan, dan kedisiplinan waktu untuk belajar. 
Kesuksesan bukan datang dari nasib dan keberuntungan, tapi datang dari kerja keras, ketidakputusasaan dan keyakinan.



Bagaimana menurut Sahabat Blogger?

BATU RUBY YANG RETAK

Alkisah, di sebuah kerajaan, raja memiliki sebuah batu ruby yang sangat indah. Raja sangat menyayangi, mengaguminya dan berpuas hati karena merasa memiliki sesuatu yang indah dan berharga. Saat permaisuri akan melangsungkan ulang tahunnya, raja ingin memberikan hadiah batu ruby itu kepada istri tercintanya. Tetapi saat hendak mengeluarkannya dari tempat penyimpanan, terjadi sebuah kecelakaan sehingga batu itu sedikit cacat.
Raja sangat kecewa dan bersedih. Dipanggillah para ahli batu-batu berharga untuk memperbaiki kerusakan tersebut. Beberapa ahli permata telah datang ke kerajaan, tetapi mereka menyatakan tidak sanggup memperbaiki batu berharga tersebut. "Mohon ampun Baginda. Cacat di batu ini tidak mungkin bisa diperbaiki. Kami tidak sanggup mengembalikannya seperti keadaan semula." 

Kemudian sang baginda memutuskan mengadakan sayembara, mengundang seluruh ahli permata di negeri itu yang mungkin waktu itu terlewatkan.

Tidak lama kemudian datanglah ke istana seorang setengah tua berbadan bongkok dan berbaju lusuh, mengaku sebagai ahli permata. Melihat penampilannya yang tidak meyakinkan, para prajurit menertawakan dia dan berusaha mengusirnya. Mendengar keributan, sang raja memerintahkan untuk menghadap. "Ampun Baginda. Mendengar kesedihan Baginda karena adanya cacat pada batu ruby kesayangan Baginda, perkenankanlah hamba untuk melihat dan mencoba memperbaikinya."

"Baiklah, niat baikmu aku kabulkan," kata baginda sambil memberikan batu tersebut.
Setelah melihat dengan saksama, sambil menghela napas, si tamu berkata, "Saya tidak bisa mengembalikan batu ini seperti keadaan semula, tetapi bila diperkenankan, saya akan membuat batu ruby retak ini menjadi lebih indah." 

Walaupun sang raja meragukan, tetapi karena putus asa tidak ada yang bisa dilakukan lagi dengan batu ruby itu, raja akhirnya setuju. Maka, ahli permata itupun mulai bekerja: memotong dan menggosok. 

Beberapa hari kemudian, dia menghadap raja. Dan ternyata batu permata ruby yang retak telah dia pahat menjadi bunga mawar yang sangat indah. Baginda sangat gembira, "Terima kasih rakyatku. Bunga mawar adalah bunga kesukaan permaisuri, sungguh cocok sebagai hadiah." 

Si ahli permata pun pulang dengan gembira. Bukan karena besarnya hadiah yang dia terima, tetapi lebih dari itu. Karena dia telah membuat raja yang dicintainya berbahagia. 

Sahabat Blogger yang luar biasa, 
Di tangan seorang yang ahli, benda cacat bisa diubah menjadi lebih indah dengan cara menambah nilai lebih yang diciptakannya. Apalagi mengerjakannya dengan penuh ketulusan dan perasaan cinta untuk membahagiakan orang lain. 

Saya kira demikian pula bagi manusia, tidak ada yang sempurna, selalu ada kelemahan besar ataupun kecil. Tetapi jika kita memiliki kesadaran dan tekad untuk mengubahnya, maka kita bisa mengurangi kelemahan-kelemahan yang ada sekaligus mengembangkan kelebihan-kelebihan yang kita miliki sehingga keahlian dan karakter positif akan terbangun. Dengan terciptanya perubahan-perubahan positif tentu itu merupakan kekuatan pendorong yang akan membawa kita pada kehidupan yang lebih sukses dan bernilai!

Belajar dari Kisah Kodok Tuli

Sekelompok Kodok sedang berjalan-jalan melintasi Hutan.

Malangnya, Dua di antara Sekelompok Kodoktersebut Jatuh kedalam sebuah Lubang. 

Kodok-kodok yang lain mengelilingi Lubang tersebut. 

Ketika Melihat betapa dalamnya Lubang tersebut, 
Mereka berkata pada kedua Kodok tersebut bahwa mereka Lebih Baik Mati saja karena tidak akan mungkin Bisa Keluar dari Lubang yang dalam tersebut. 

Kedua kodok tersebut Mengacuhkan Komentar-komentar itu dan Mencoba Melompat keluar dari Lubang itu dengan Segala Kemampuan yang Ada. 

Kodok yang lainnya tetap mengatakan agar mereka Berhenti Melompat dan Lebih Baik Mati. 


Akhirnya, Salah satu dari Kodok yang ada di Lubang itu mendengarkan kata-kata Kodok yang lain dan Menyerah. 
Dia Terjatuh dan Mati. 

Sedang Kodok yang Satunya tetap melanjutkan untuk Melompat sedapat mungkin. 
Sekali lagi kerumunan Kodok tersebut Berteriak padanya agar Berhenti Berusaha dan Mati saja. 

Dia bahkan Berusaha lebih Kencang dan Akhirnya Berhasil. 
Akhirnya, dengan sebuah Lompatan yang Kencang, Dia Berhasil sampai di Atas. 
Kodok lainnya Takjub dengan Semangat Kodok yang satu ini, dan Bertanya : "Apa kau Tidak Mendengar Teriakan kami ?!" 

Lalu Kodok itu (dengan Membaca Gerakan Bibir Kodok yang lain) menjelaskan bahwa Ia Tuli. 
Akhirnya mereka Sadar bahwa saat di bawah tadi mereka dianggap telah memberikan Semangat kepada Kodok tersebut. 

Apa yang dapat Kita Pelajari dari Ilustrasi Kisah di atas ?
Kata-kata Positif yang diberikan pada Seseorang yang sedang "Jatuh" justru dapat membuat Orang tersebut Bangkit dan Membantu mereka dalam menjalani Hari-hari...
Sebaliknya, Kata-kata Buruk yang diberikan pada Seseorang yang sedang "Jatuh" dapat membunuh mereka. 

Hati hatilah dengan Apa yang akan Diucapkan. . . !!! 
Suarakanlah 'Kata-kata Kehidupan' kepada Mereka yang sedang Menjauh dari Jalur Hidupnya.
Kadang-kadang memang sulit dimengerti bahwa 'Kata-kata Kehidupan' itu dapat Membuat kita Berpikir dan Melangkah Jauh dari yang kita Perkirakan... 

Semua Orang dapat mengeluarkan 'Kata-kata Kehidupan' untuk membuat Rekan dan Teman atau bahkan kepada yang Tidak Kenal sekalipun untuk membuatnya Bangkit dari Keputus-asaanya , Kejatuhannya, Kemalangannya. . . 
Sungguh Indah apabila kita dapat Meluangkan Waktu kita untuk Memberikan Spirit bagi mereka yang sedang Putus Asa dan Terjatuh. . .

ASA dan IKHLAS


Di ufuk timur, mentari menguning pertanda pagi kan tiba. Insan yang terlelap semalaman mulai terbangun satu demi satu untuk menggapai asa hari itu. Sepoi-sepoi angin di pagi hari terasa menyegarkan seluruh jiwa dan raga. Andai tiap insan menyadari akan nikmat pagi hari, niscara dia akan senantiasa bersyukur.



Seorang pria berumur sekitar empat puluhan segera bangun dan menunaikan sholat subuh berjamaah di masjid. Dengan penuh khidmat, 

Dia mengikuti sang imam untuk melaksanakan sholat. Dan sesudah sholat dan do’a, dia pun pulang bersama teman-temannya dari masjid.


Setibanya di rumah, sekental kopi panas telah tersedia di meja menemani sepiring pisang goreng yang dibeli di pasar oleh istrinya. Ketika hidung menghirup aroma kopi, serasa hidup ini sungguh nikmat untuk disyukuri. SubhanAllah.

Tak lama setelah menghabiskan secangkir kopi dan sepotong pisang goreng, aktifitas pun segera dimulai.



Bismillah… doa yang senantiasa dia ucapkan ketika akan melaksanakan pekerjaan apapun.

Lima tahun yang lalu, keadaan pria itu tidaklah tampak seperti saat ini. Asal tahu saja, dia adalah seorang pemabuk, penjudi dan mantan germo kelas kakap. Astaghfirullah Hal Adziim…

Lantas, apa yang bisa membuatnya berubah?

Namanya sebut saja Gunawan. Seorang pria berperawakan gagah dan dianugerahi wajah yang cukup tampan. Tak salah bila banyak wanita yang tergila-gila dengannya. Hingga akhirnya, dia pun menemukan seorang wanita yang pantas untuk dinikahi.

Namun, Gunawan bukanlah tipe pria setia dan bahkan ketika putri ketiganya lahir, dengan tanpa mempedulikan perasaan istrinya, dia membawa pelacur-pelacur ke rumahnya. Maklum, waktu itu dia sibuk di bisnis pelacuran.

Sekuat apapun hati wanita, melihat suaminya membawa perempuan lain kerumah pasti tidaklah kuat. Inilah yang mengakibatkan istrinya terserang penyakit dag dig dug der alias jantungan. Dan sudah beberapa kali keluar masuk rumah sakit, namun suaminya tidak mempedulikan keadaan istrinya.

Ada satu hal yang patut dicontoh dari sang istri, meski sakit jiwa dan raganya, dengan setia dia tetap melaksanakan tugasnya sebagai seorang istri. Dari secangkir kopi dan sepiring pisang goreng di pagi hari senantiasa tampak di meja.

“Pak, mbokya kalau bawa perempuan jangan di bawa kerumah. Bila bapak mau menikahi perempuan itu, silahkan saja. Paling tidak, cukup dengan menjaga hati saya.”

“Ah,,, kamu… tau apa dengan urusanku. Mereka itu hanya anak buahku, ga minat aku menikahi mereka!!!”

Sudah sering peringatan demi peringatan sang istri yang tak digubris sama sekali oleh Gunawan. Namun, hal itu tidaklah membuat istrinya menyerah begitu saja. Malam demi malam, dari Shalat Hajat dan Tahajud selalu dilaksanakan dengan penuh kepasrahan pada Illahi. Berdo’a agar suaminya cepat sadar dan menjadi suami yang baik bagi keluarganya.

Sudah seringkali, saudara Gunawan mengingatkan untuk segera meninggalkan pekerjaannya sebagai Germo. Begitu pula saudara dari sang istri, menasehati saudaranya itu segera meninggalkan suaminya. Namun jawaban sederhana itu seakan selalu berkidung bila ditanya.

“Bila ikhlas hati kita, asa akan selalu hadir di dalam jiwa. Aku ingin mencapai surga dengan suamiku, InsyaAllah.”

Hingga pada akhirnya, Gunawan masuk penjara, penyebabnya adalah Narkoba. Padahal, saat itu hanya Gunawan lah yang menjadi tulang punggung bagi keluarganya. Lantas, bagaimana sikap istrinya?

Dengan penuh kesabaran dan cinta, istrinya selalu menyambangi suaminya di penjara. Membawakan makanan, rokok atau apa saja yang disukai suaminya. Gunawan heran, darimana istrinya bisa mendapatkan uang? Dan, mengapa hingga dia masuk penjara, istrinya tetap setia dengannya? Gunawan sangat bingung dengan situasi saat itu.

“Yan, bagaimana kamu bisa mendapatkan uang? Bukankah aku sudah berhenti menafkahi kamu?”

“Bapak sabar saja ya, InsyaAllah uang yang aku dapat ini halal.”

“Tapi bolehkah aku tahu, darimana uang itu?”, tanya Gunawan.”

“Sejak kita menikah, aku selalu menabung dari jerih payahku sebagai penjual baju-baju muslim dan sajadah. Bapak tenang saja.”

Sepeninggal kunjungan istrinya, Gunawan tampak melamun. Selama ini dia sudah menyakiti hati istri dan anak-anaknya. Namun tak satu pun sikap mereka memusuhinya. Gunawan menangis, menyesali akan perbuatannya selama ini.

Sejak itu, sikap Gunawan berubah drastis 180 derajat. Sholat mulai dilaksanakan, puasa sunnah hingga sholat malam pun selalu dikerjakan tanpa absen sama sekali.

- Tahukah kalian, dunia ini adalah hiasan dan perhiasan yang paling indah & berharga adalah istri Shalihah. (H.R. Muslim)


Semoga kita dapat mengambil hikmahnya... 

Ayah Luar Biasa


Seorang anak 10 tahun bernama Putra, pada suatu malam akan menonton sirkus bersama ayahnya. Ketika tiba di loket, dia dan ayahnya antre di belakang rombongan keluarga besar yang terdiri dari bapak, ibu, dan empat orang anaknya.

Dari pembicaraan yang terdengar, Putra tahu bahwa bapak dari ke-4 anak tadi telah bekerja ekstra untuk dapat mengajak anak-anaknya nonton sirkus... malam itu. Namun ketika sampai di loket dan hendak membayar, wajah bapak 4 anak itu tampak pucat. Ternyata uang yang telah dikumpulkannya dengan susah payah tidak cukup, kurang Rp 20.000. 

Pasangan suami istri itu pun saling berbisik, tentang bagaimana harus menjelaskan kepada anak-anak mereka yang masih kecil, bahwa malam itu mereka batal nonton sirkus karena uangnya kurang. Padahal mereka tampak begitu gembira dan sudah tidak sabar lagi untuk segera masuk ke arena pertunjukan sirkus.

Tiba-tiba ayah Putra menyapa bapak yang sedang kebingungan itu sambil berkata, "Maaf, Pak! Uang ini tadi jatuh dari saku Bapak." Kemudian, diserahkannya lembaran Rp 20.000 sambil mengedipkan matanya dan terseyum. 


Betapa takjubnya si Bapak, dengan apa yang dilakukan ayah Putra. Dengan mata berkaca-kaca, ia menerima uang itu dan berbisik mengucapkan terima kasih kepada ayah Putra, sambil mengatakan betapa Rp 20.000 itu sangat berarti bagi keluarganya. 

Setelah rombongan tadi masuk, Putra dan ayahnya bergegas pulang. Mereka batal nonton sirkus, karena uang untuk menyaksikan sirkus sudah diberikan kepada keluarga besar tadi. Tapi Putra justru merasa sangat bahagia. Ia memang tidak dapat menyaksikan sirkus, tetapi ia telah menyaksikan dua orang ayah yang luar biasa. 

*** 

Saudara-saudariku yang baik, Kebahagiaan tidak hanya diperoleh ketika menerima pemberian orang lain, tetapi juga pada saat kita MAMPU MEMBERI. Cerita di atas juga menunjukkan bagaimana menolong orang lain dengan cara yang sangat halus, tanpa menyinggung harga diri orang yang ditolong. 

Dunia ini terus berputar. Ada kalanya kita menolong, dan ada kalanya kita juga memerlukan pertolongan dari orang lain. Maka, selagi masih mampu, tetap lakukan kebaikan dengan ikhlas dan bijaksana.

Ayahku Seorang Tukang Batu

Alkisah, sebuah keluarga sederhana memiliki seorang putri yang menginjak remaja. Sang ayah bekerja sebagai tukang batu di sebuah perusahaan kontraktor besar di kota itu. Sayang, sang putri merasa malu dengan ayahnya. Jika ada yang bertanya tentang pekerjaan ayahnya, dia selalu menghindar dengan memberi jawaban yang tidak jujur. "Oh, ayahku bekerja sebagai petinggi di perusahaan kontraktor," katanya, tanpa pernah menjawab bekerja sebagai apa.

Putri lebih senang menyembunyikan keadaan yang sebenarnya. Ia sering berpura-pura menjadi anak dari seorang ayah yang bukan bekerja sebagai tukang batu. Melihat dan mendengar ulah anak semata wayangnya, sang ayahnya bersedih. Perkataan dan perbuatan anaknya yang tidak jujur dan mengingkari keadaan yang sebenarnya membuatnya telah melukai hatinya. 

Hubungan di antara mereka jadi tidak harmonis. Putri lebih banyak menghindar jika bertemu dengan ayahnya. Ia lebih memilih mengurung diri di kamarnya yang kecil dan sibuk menyesali keadaan. "Sungguh Tuhan tidak adil kepadaku, memberiku ayah seorang tukang batu," keluhnya dalam hati. 

Melihat kelakuan putrinya, sang ayah memutuskan untuk melakukan sesuatu. Maka, suatu hari, si ayah mengajak putrinya berjalan berdua ke sebuah taman, tak jauh dari rumah mereka. Dengan setengah terpaksa, si putri mengikuti kehendak ayahnya. 

Setelah sampai di taman, dengan raut penuh senyuman, si ayah berkata, "Anakku, ayah selama ini menghidupi dan membiayai sekolahmu dengan bekerja sebagai tukang batu. Walaupun hanya sebagai tukang batu, tetapi ayah adalah tukang batu yang baik, jujur, disiplin dan jarang melakukan kesalahan. Ayah ingin menunjukkan sesuatu kepadamu, lihatlah gedung bersejarah yang ada di sana. Gedung itu bisa berdiri dengan megah dan indah karena ayah salah satu orang yang ikut membangun. Memang, nama ayah tidak tercatat di sana, tetapi keringat ayah ada di sana. Juga, berbagai bangunan indah lain di kota ini dimana ayah menjadi bagian tak terpisahkan dari gedung-gedung tersebut. Ayah bangga dan bersyukur bisa bekerja dengan baik hingga hari ini." 

Mendengar penuturan sang ayah, si putri terpana. Ia terdiam tak bisa berkata apa-apa. Sang ayah pun melanjutkan penuturannya, "Anakku, ayah juga ingin engkau merasakan kebanggaan yang sama dengan ayahmu. Sebab, tak peduli apa pun pekerjaan yang kita kerjakan, bila disertai dengan kejujuran, perasaan cinta dan tahu untuk apa itu semua, maka sepantasnya kita mensyukuri nikmat itu." 

Setelah mendengar semua penuturan sang ayah, si putri segera memeluk ayahnya. Sambil terisak, ia berkata, "Maafkan putri Yah. Putri salah selama ini. Walaupun tukang batu, tetapi ternyata Ayah adalah seorang pekerja yang hebat. Putri bangga pada Ayah." Mereka pun berpelukan dalam suasana penuh keharuan. 

Pembaca yang budiman, 
Begitu banyak orang yang tidak bisa menerima keadaan dirinya sendiri apa adanya. Entah itu masalah pekerjaaan, gelar, materi, kedudukan, dan lain sebagainya. Mereka merasa malu dan rendah diri atas apa yang ada, sehingga selalu berusaha menutupi dengan identitas dan keadaan yang dipalsukan. 

Tetapi, justru karena itulah, bukan kebahagiaan yang dinikmati. Namun, setiap hari mereka hidup dalam keadaan was was, demi menutupi semua kepalsuan. Tentu, pola hidup seperti itu sangat melelahkan. 

Maka, daripada hidup dalam kebahagiaaan yang semu, jauh lebih baik seperti tukang batu dalam kisah di atas. Walaupun hidup pas-pasan, ia memiliki kehormatan dan integritas sebagai manusia. 



Sungguh, bisa menerima apa adanya kita hari ini adalah kebijaksanaan. Dan, mau berusaha memulai dari apa adanya kita hari ini dengan kejujuran dan kerja keras adalah keberanian!

Anak dan Ibu Gajah

Dahulu kala, di sebuah kaki bukit di pegunungan Himalaya, di dekat sebuah kolam teratai, lahirlah seekor bayi gajah. Bayi gajah ini luar biasa indah menawan, putih bersih seperti salju dengan wajah yang sedikit bersemu kemerahan seperti warna batu karang. Belalainya berkilau indah bagaikan utas tali yang berwarna keperakan, gadingnya yang kuat dan kokoh membentuk sedikit lengkungan yang manis.


Ia selalu mengikuti ibunya ke manapun. Ibu Gajah memetik daun terlembut dan buah termanis dari pohon-pohon yang tinggi dan kemudian memberikannya. "Kamu dulu, baru Ibu" Ibu Gajah berkata. Ia kemudian dimandikan oleh ibunya di kolam teratai yang sejuk di antara semerbak keharuman bunga. Dengan belalainya, Ibu Gajah menghisap air lalu menyemprotkannya ke kepala dan punggung anaknya hingga bersih mengkilap. Kemudian Anak Gajah ini diam-diam mengisi belalainya, dan dengan hati-hati menyemprotkan tepat ke dahi ibunya. Tanpa berkedip, Ibu Gajah balas menyemprotkan air. Balas membalas menyemprot, mereka dengan gembira saling membasahi satu sama lain.



Setelah lelah bermain, mereka kemudian beristirahat di atas tanah yang lembut dengan kedua belalai melengkung dan saling membelit satu sama lain. Di bawah bayang-bayang sore hari, Ibu Gajah beristirahat di balik keteduhan pohon, sambil melihat putranya bermain dengan penuh keriangan bersama anak-anak gajah lainnya.

Gajah kecil tumbuh dan tumbuh hingga ia menjadi gajah tergagah dan terkuat dalam kawanannya. Pada saat yang bersamaan, Ibu Gajah pun menjadi semakin tua. Gadingnya mulai retak dan menguning, dan tidak lama kemudian Ibu Gajah menjadi buta. Anak Gajah yang telah tumbuh dewasa dan kuat ini kemudian memetik daun terlembut dan buah mangga termanis dari pohon-pohon yang tinggi dan memberikannya kepada ibunya yang telah tua dan buta yang amat ia sayangi. "Ibu dulu, baru Aku" ia berkata.

Ia memandikan ibunya di kolam teratai yang sejuk di antara semerbak keharuman bunga. Dengan belalainya, ia menyemprotkan air ke kepala dan punggung ibunya hingga bersih mengkilap. Setelah itu, mereka kemudian beristirahat di atas tanah yang lembut dengan kedua belalai saling membelit satu sama lain. Di bawah bayang-bayang sore hari, Anak Gajah menuntun ibunya untuk beristirahat di balik keteduhan pohon jambu air. Ia kemudian pergi bersama gajah-gajah yang lain.

Suatu hari seorang raja pergi berburu dan melihat seekor gajah putih yang begitu indah. "Luar biasa indah! Aku harus memilikinya sebagai peliharaan untuk ditunggangi!" Raja lalu menangkap gajah tersebut dan membawanya ke kandang istana. Raja memberikan kain sutra dan permata yang indah serta untaian kalung bunga teratai kepada gajah tersebut. Raja juga memberikannya rumput manis dan buah-buahan yang lezat serta air murni yang segar untuk diminum.

Akan tetapi, gajah tersebut tidak mau makan ataupun minum. Ia terus menerus menangis, dan menjadi semakin kurus dari hari ke hari.

"Gajah yang mulia" Raja berkata, "Aku menyayangimu dan memberimu sutra dan permata. Aku juga memberikan makanan terbaik dan air termurni, namun Engkau tidak juga mau makan dan minum. Lalu apa yang bisa membuatmu bahagia?"

Gajah tersebut menjawab, "Sutra dan permata, makanan dan minuman tidak membuatku bahagia. Ibuku yang sudah tua dan buta sedang sendirian di hutan tanpa ada seorangpun yang merawatnya. Walaupun aku akan mati, aku tidak akan makan dan minum sebelum aku memberikannya terlebih dahulu kepada Ibu."

Raja terharu dan berkata, "Tidak pernah aku menyaksikan kebaikan yang sedemikian rupa, bahkan di antara manusia. Tidaklah benar untuk mengurung gajah ini." Setelah dilepaskan, gajah tersebut segera berlari di antara bebukitan mencari ibunya.

Ia menemukan ibunya di tepi kolam teratai. Ibu Gajah berbaring di atas lumpur, terlalu lemah untuk bergerak. Dengan air mata yang membasahi pelupuk matanya, Anak Gajah tersebut mengisi belalainya dengan air dan menyemprotkan ke kepala dan punggung ibunya hingga bersih mengkilap. "Apakah hujan?" Ibu Gajah bertanya-tanya, "atau anakku telah kembali?" "Ini anakmu, Ibu!" ia berseru, "Raja telah membebaskan aku!" Ketika ia membersihkan mata ibunya, terjadi keajaiban.

Penglihatan ibunya pulih kembali. "Semoga Raja hari ini berbahagia sebagaimana kebahagiaanku bisa melihat anakku kembali!" Ibu Gajah berkata.

Anak Gajah kemudian memetik daun terlembut dan buah mangga termanis dari sebuah pohon dan memberikannya kepada ibunya, "Ibu dulu, baru Aku."